Mar 14, 2017

Makanan Kucing: Purrfect meal for cats

Hai, cat lovers!

Masih sama seperti postingan sebelumnya, hingga Oktober tahun lalu saya masih kesulitan menemukan makanan basah favorit Ken di petshop mana pun. Alhasil, saya memutuskan untuk membeli merek makanan lain yang memang tersedia saja deh. Ada banyak sekali pilihan makanan basah rasa tuna, namun untuk kali ini saya akhirnya membawa pulang Purrfect meal for cats ke rumah.


Kemasan

Dengan tampilan yang cukup sederhana, Purrfect meal for cats hadir dalam kemasan kaleng berlatar biru berukuran 85 gram dan 400 gram. Di bagian depan kemasan terpampang merek, gambar kucing dan rasa makanan. Kita akan menemukan informasi mengenai komposisi, jaminan analisis produk, cara penyajian dan produsen makanan kucing di salah satu sisi kemasan. Uniknya, di sisi yang lain disajikan tips dalam bahasa Inggris untuk mengenali bahasa tubuh kucing melalui ekor mereka. Lumayan sekali bisa menambah pengetahuan yang mungkin kita belum tahu, kan? Sementara itu, tanggal produksi dan kadaluarsa makanan berada di bawah kaleng.



Tentang perusahaan

Di salah satu sisi kemasan, kita mendapati bahwa Purrfect meal for cats diproduksi oleh Thai Union Manufacturing Co.,Ltd. Perusahaan asal Thailand ini adalah penghasil dan pengekspor berbagai produk makanan laut, seperti  makanan beku, makanan kaleng, makanan siap saji dan makanan hewan (kucing dan anjing). Situs webnya beralamat di http://www.thaiunion.com/en, di sana kita akan disuguhkan tampilan web yang rapi dan informasi yang sangat lengkap mengenai perusahaan tersebut. Sayangnya, Purrfect meal for cats sendiri belum tercantum dalam daftar produk makanan hewan mereka. Hal tersebut menyulitkan kita untuk menggali penjelasan lebih lanjut mengenai produk ini. Selain itu, rupanya tidak ada informasi lagi yang bisa didapatkan di internet. Namun, jangan khawatir. Bila kita punya pertanyaan, kritik, dan saran, produsen telah mencantumkan surel mereka di bawah sisi kemasan. Silahkan hubungi mereka di purrfect.food[at]yahoo.com ya, teman-teman. Saya sendiri sih belum pernah mengirim surel, entah akan ditanggapi atau tidak oleh mereka, haha.

Harga

Sekaleng Purrfect meal for cats ukuran 400 gram dibanderol dengan harga mulai dari 17.000 rupiah. Untuk kategori makanan kucing premium (kualitas standar), sepertinya harga tersebut relatif terjangkau dan ekonomis.

Rasa yang tersedia

Saat itu, ada tiga rasa yang beredar di pasaran:
- Tuna Red Meat in Gravy with Chicken and Tuna Liver (Ikan tuna hati dan ayam)
- Tuna Red Meat Mixed Mackerel in Jelly with Shrimp (Ikan tuna, ikan makarel dan udang)
- Tuna Red Meat in Gravy with Shirasu and Salmon (Ikan tuna, ikan teri dan ikan salmon)

Wah, ternyata variannya rasa tuna semua. Yang membedakan satu sama lain hanya campuran dan bahan tambahan (topping). Saya memilih rasa ikan tuna hati dan ayam, sebab Ken kurang suka dengan campuran dari makanan laut selain tuna itu sendiri.

Bahan penyusun, analisis produk dan panduan pemberian makanan

Komposisi Purrfect meal for cats (Tuna Red Meat in Gravy with Chicken and Tuna Liver):
Ikan tuna, ayam, hati tuna, perisa alami dan buatan, sari ikan, vitamin dan mineral, bahan pengental, minyak kacang kedelai, air.

Di kaleng juga tertulis bahwa produk ini mengandung nutrisi lengkap dan seimbang, terbuat dari ikan segar dan tanpa bahan pengawet.

Analisis produk:
Protein (min) 14,0%; lemak (min) 1,2%; serat (maks) 1,0%; kelembapan (maks) 83,0%, abu (maks) 3,0%

Panduan pemberian:
Dewasa per 2,5 kg sebanyak satu kaleng per hari

Tekstur dan aroma

Tidak dijumpai lapisan jelly atau agar-agar yang biasa ada di bagian permukaan makanan basah kucing pada umumnya. Namun sesuai rasanya, Purrfect meal for cats (Tuna Red Meat in Gravy with Chicken and Tuna Liver) dilengkapi  dengan suwiran tipis daging ayam yang terlihat saat pertama kali kaleng dibuka. Tekstur makanannya lembek dan tidak padat, seperti bubur kasar dengan potongan tuna yang tidak begitu halus. Selain itu, mengandung banyak air (lebih tepatnya berminyak) dan berwarna coklat kegelapan. Aromanya sendiri kurang menarik dan tidak menggugah selera kucing di rumah. Wangi khas tuna tidak begitu tercium dan kurang menyengat.


Menurut Ken dan kawan kucing lainnya

Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, aroma makanan basah ini kurang memikat kucing-kucing  mak saya. Namun, namanya juga kucing kampung begitu disuguhkan makanan basah pasti langsung dilahap. Meskipun begitu, kelihatannya mereka kurang menikmati makanan ini. Mungkin karena teksturnya yang agak berbeda dari tuna merek lain yang pernah dicoba (biasanya teksturnya padat dan penuh jelly). Jangan tanya Ken suka atau tidak, sebab dia pergi melengos begitu saja sejak endusan pertama. Oh iya, selama tiga hari mengonsumsi makanan ini kucing mak saya jadi menceret, fesesnya coklat dan berminyak. Entah makanan ini menjadi salah satu faktor penyebab atau bukan, yang pasti pemberian dihentikan dan feses pun kembali normal. Produk ini tidak diberikan ke anak kucing karena sesuai panduan pemberian makanan hanya untuk kucing dewasa.

Kesimpulan

Purrfect meal for cats ini diproduksi oleh perusahaan besar asal Thailand yang namanya cukup bergaung di dunia internasional, terutama dalam bidang makanan laut dan makanan hewan. Selain produsennya jelas dan kredibel, harganya juga terjangkau untuk makanan kucing premium dan mudah ditemui di berbagai petshop. Hanya saja, tekstur dan aromanya kurang diminati kucing mak saya. Produk ini juga tidak menjanjikan keunggulan seperti makanan yang lain karena tujuannya untuk menyeimbangkan dan melengkapi nutrisi pertumbuhan kucing. Apa yang dialami oleh kucing mak saya, belum tentu berdampak sama terhadap kucing teman-teman. Tidak ada salahnya untuk dicoba, siapa tahu produk ini cocok dan menjadi favorit kucing kalian.

Share:

Jan 27, 2017

Menanam Melon Korea dalam Pot


Melon korea (Cucumis melo L. var. makuwa) atau dikenal sebagai Chamoe (참외) adalah jenis melon yang biasa ditanam di Korea, Tiongkok dan Jepang. Di Barat, melon ini dikenal juga sebagai oriental melon atau sun jewel melon. Saya sendiri pertama kali berkesempatan mencicipi melon ini saat Korea Festival tahun 2013, maklum dulunya saya kan penggandrung K-pop sejati. Buahnya tidak besar seperti varietas melon yang lain; bentuknya lonjong dengan kulit tipis berwarna kuning serta garis putih membujur di sepanjang buah. Teksturnya renyah dengan rasa yang sangat manis dan unik, kira-kira seperti perpaduan buah pir dengan melon madu (honeydew). Di Indonesia, melon ini masih sulit ditemukan dan biasanya hanya dijual di supermarket asal Korea Selatan. Itu pun tidak tersedia sepanjang tahun loh, tergantung musimnya saja, karena melon ini memang merupakan buah khas musim panas di Korea. Tahun 2015 lalu, saya makin giat mencari biji melon korea di penjual bibit online lokal, namun sayangnya belum ada yang jual. Usai penantian panjang (gak juga deh), akhirnya perjuangan saya tidak sia-sia ☺ Karena saat itu sudah masuk musim penghujan, saya pun terpaksa menunda kegiatan semai benih. Bijinya ternyata lebih imut jika dibandingkan dengan biji suku timun-timunan yang lain.

Cara menanam melon korea sebenarnya sama saja seperti menanam melon pada umumnya. Hanya saja akibat keterbatasan lahan sekaligus ingin mencoba tabulampot (tanaman buah dalam pot) melon, maka saya memutuskan untuk menanam melon korea di pot gantung berdiameter 30 cm. Seharusnya, supaya tanaman melon dapat tumbuh dengan baik memang diperlukan pot yang berukuran besar, minimal berdiameter 40 cm. Karena kebetulan di rumah banyak kucing, pot pun terpaksa digantung untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Biji dapat disemai langsung ke dalam pot berisi media tanam yang terdiri dari campuran tanah, kompos, sekam bakar, dan sekam mentah. Boleh juga tambahkan pupuk kandang, tapi karena sedang kehabisan jadi saya tidak pakai. Oh iya, penyemaian boleh juga dilakukan dengan kapas, rockwool atau kain yang dibasahi. Biji tersebut akan berkecambah dalam kurun waktu 3-10 hari. Bila sudah berkecambah, media tanam jangan sampai terlalu kering atau basah karena bisa mengakibatkan rebah kecambah (damping off).

Bibit melon korea
Tanaman melon butuh sinar matahari penuh sepanjang hari, jadi usahakan tidak menaruh pot di tempat yang ternaungi. Untuk skala komersial, umumnya tanaman melon dipelihara dalam rumah plastik transparan atau diberi paranet. Seperti halnya suku timun-timunan lain, melon korea juga tumbuh menjalar sehingga membutuhkan lenjeran/rambatan. Saya buat yang sederhana saja dari batang bambu yang penting asal jadi gitu (jangan dicontoh ya), tapi ternyata repot harus ikat sana-sini supaya batang tanaman tidak menjalar kemana-mana. Sepertinya lain kali saya akan menggunakan penyangga tanaman saja deh, lebih praktis dan rapi. Penyiraman rutin cukup dilakukan pada pagi dan sore hari. Namun, cuaca Jakarta yang begitu panas belakangan ini menyebabkan media tanam cepat sekali kering dan tanaman menjadi layu, sehingga media tanam harus disiram lebih sering tapi tidak berlebih. Bila memungkinkan, kalian bisa coba buat self-watering container sendiri jadi tidak perlu repot menyiram tanaman setiap saat, terutama pada musim panas.

Pemangkasan (pruning) pada tanaman melon dapat dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas hasil buah. Sayangnya karena saya kurang mengerti teknik pemangkasan, maka saya lewati tahap ini dan membiarkan cabang-cabangnya tumbuh bebas begitu saja. Lain kali, pasti akan saya coba praktikkan deh. Untuk mengendalikan hama dan penyakit, saya hanya menggunakan fungisida yang dikocor di pangkal batang dan sekitar perakaran setiap satu bulan sekali. Saya sangat menghindari penggunaan insektisida jika tidak benar-benar diperlukan, untungnya, tidak ada hama apa pun yang menyerang selama saya menanam melon ini.

Tanaman usia 25 hari
Bagi saya pribadi, tidak ada acuan khusus dalam pemupukan tanaman melon korea. Pemupukan dapat dilakukan dengan cara tabur, kocor dan semprot. Pada fase vegetatif, saya berikan pupuk  daun dengan kandungan nitrogen tinggi sejak tanaman berusia 14 hari setiap minggu. Bila sudah memasuki fase generatif pada usia 30 hari, saya berikan pupuk daun dengan kandungan fosfor tinggi untuk merangsang pembentukan bunga. Selain pupuk daun, saya menggunakan pupuk guano setiap dua minggu sekali sampai panen nanti. Nah, bunga jantan akan muncul lebih awal dan bunga betina akan menyusul mulai usia 40 hari, namun karena di lingkungan rumah saya sangat sulit untuk dilakukan penyerbukan alami (oleh angin, serangga ataupun penyerbukan sendiri), maka penyerbukan pun dilakukan secara buatan melalui perantara tangan (hand pollination) dan biasanya saya lakukan sebelum jam 9 pagi. Pada saat inilah dibutuhkan unsur kalium yang bermanfaat untuk mencegah kerontokan bunga sehingga dapat menjadi buah. Jika tidak sempat terserbuki, bunga betina tidak akan berkembang menjadi calon buah lalu menguning dalam 3-7 hari (sebaiknya dibuang saja karena tidak rontok sendiri). Di samping itu, kondisi basah akibat guyuran hujan juga dapat menyebabkan penyerbukan gagal. Sementara bila proses penyerbukan berhasil, calon buah pada bunga betina akan membesar dan berubah menjadi buah sempurna.

Lima hari setelah penyerbukan
Dalam pot, satu tanaman bisa menghasilkan 2-3 buah. Semakin banyak melon yang dihasilkan, maka semakin kecil pula ukuran buahnya. Melon korea memiliki umur panen berkisar 70–80 hari setelah tanam (hst). Melon yang telah matang dan siap panen ditandai dengan warna kulit yang berubah menjadi kuning (bukan kuning pucat), garis putih membujur di kulit buah sudah terlihat jelas, dan mengeluarkan aroma yang manis dan harum. Biasanya setelah kulit berubah kuning, saya diamkan dulu selama dua hari di pohon untuk memastikan melon tersebut benar-benar matang. Setelah dipetik, melon korea dapat bertahan selama lima hari pada suhu ruang atau disimpan dalam kulkas.

Abaikan tangan raksasa saya ya, melon korea sudah matang (tapi sepertinya kurang nutrisi sih)
Melon korea menjadi buah favorit kami di rumah. Bukan hanya digemari karena rasanya yang manis dan segar, melainkan juga banyak manfaat yang terkandung di dalamnya. Selain menjadi sumber vitamin C dan kalsium yang baik, melon ini dapat menurunkan resiko penyakit kanker. Kulitnya yang tipis dan bijinya yang kecil serta tidak keras juga dapat turut dikonsumsi bersama daging buah. Kabarnya, bijinya juga mengandung banyak nutrisi. Dengan kata lain, semua bagian buah bersifat edible alias bisa dimakan. Melon ini dapat disantap langsung, dibuat jus atau smoothie, sebagai campuran salad atau es buah, dan di Korea buah ini diolah menjadi acar bernama chamoe jangajji (참외장아찌).

Berdasarkan hasil percobaan menanam melon korea tadi, sepertinya melon ini tidak masalah untuk ditanam di daerah mana saja, selama daerah tersebut dapat ditumbuhi mentimun/melon jenis lainnya. Tentu saja ketinggian tempat, iklim, suhu udara, dan cuaca merupakan segelintir faktor yang berpengaruh pada tanaman melon, terutama ukuran dan tingkat kemanisan buah. Saya sendiri pun tidak tahu bagaimana kondisi yang cocok untuk menanam melon korea seperti di negara asalnya, namun tidak ada salahnya mencoba kan? (apalagi hanya untuk sekedar iseng seperti saya hehe). Yang perlu diingat adalah menanam di pot tidak akan sama suburnya dengan menanam di tanah langsung. Memang dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan ekstra dalam merawatnya, namun pasti ada kepuasan tersendiri ketika menikmati buah dari hasil menanam sendiri, bukan? ☺ Menanam melon korea sebaiknya dilakukan pada musim panas (Mei-Agustus), sebab menanam pada musim hujan dikhawatirkan memicu busuk akar, batang dan daun akibat kondisi lembab di mana cendawan dan bakteri lebih gencar menyerang pada musim tersebut. Sementara itu, buah yang dihasilkan pun akan terasa kurang manis dan hambar (bland).

FYI, melon korea ini merupakan percobaan pertama saya menanam tabulampot melon loh, saya jadi pengin deh menanam tumbuhan lainnya dari suku Cucurbitaceae. Baiklah, cukup sekian menanam secara sederhana dan ala kadarnya bersama saya. Sampai jumpa pada percobaan menanam berikutnya, ya! Annyeong!
Share:

Nov 19, 2016

Yuk, Menanam Okra di Rumah!

Halo, apa kabar? Semoga semuanya selalu dalam keadaan sehat, ya. Percobaan berkebun dalam pot ala-ala kali ini adalah... (drumroll please) tanaman okra! Saya pertama kali mendengar kata "okra" saat menonton film fiksi ilmiah Interstellar tahun 2014. Singkatnya, pada awal film dijelaskan bahwa bumi yang semakin tidak layak huni sedang dilanda krisis pangan dan untuk bertahan hidup umat manusia harus bertani. Sementara itu, badai debu dan bencana hawar terus menghancurkan ladang pertanian. Okra dan jagung adalah dua tanaman pangan yang tersisa untuk umat manusia, sebelum akhirnya okra terkena serangan hawar dan menyisakan jagung menjadi satu-satunya tanaman pangan yang bisa bertahan. Namun, keadaan bumi semakin memburuk dan jagung pun ikut terancam. Salah satu harapan terakhir adalah dengan mencari planet lain yang bisa ditinggali manusia. Sungguh film yang begitu epik dan keren sekali!

Saya pun menjadi penasaran dan merasa sedikit ketinggalan zaman. Sejenis tanaman apakah okra hingga disebutkan dalam sebuah film besar Hollywood? Bagaimana rasanya? Bisa didapatkan di mana, ya? Baiklah, saya memutuskan berselancar di dunia maya untuk menggali informasi mengenai tanaman ini.


Okra atau bendi dengan nama ilmiah Abelmoschus esculentus adalah sejenis tumbuhan berbunga dari famili Malvaceae atau kapas-kapasan yang menghasilkan buah (polong) untuk dikonsumsi. Tumbuhan ini memiliki nama lain okro, gumbo dan lady's fingers karena bentuknya menyerupai telunjuk wanita dengan ujung runcing (tapi sepertinya lebih mirip jari penyihir ya, hehe). Asal tanaman ini sendiri masih diperdebatkan, sebagian mengatakan dari Asia Selatan dan sebagian lainnya mengatakan dari Afrika Barat. Namun, okra diyakini berasal dari suatu wilayah di Abissinia kuno atau yang kini dikenal dengan Ethiopia, lalu menyebar menuju Arab, Afrika Utara, timur Mediterania dan India. Bangsa Mesir dan Moor membudidayakan okra pada abad ke 12 dan ke-13, sementara okra tiba di Amerika Serikat sekitar abad 17. Kini, okra sudah ditanam di hampir seluruh belahan dunia yang beriklim tropis dan sub-tropis. Okra juga dikenal luas di negara-negara Asia Tenggara, tetapi kurang begitu dikenal di Indonesia. Terlepas dari tekstur buahnya yang berlendir saat dimasak, okra banyak digemari masyarakat dunia karena sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia.

Tahun 2015 lalu, saya beberapa kali menemukan okra segar di pasar swalayan di Jakarta. Karena suatu dan lain hal, saya malah lupa untuk membelinya. Kebetulan pada awal 2016, saat sedang asyik mengecek Instagram, ada unggahan penjual benih yang muncul di linimasa saya. Wah, biji okra! Langsung saja, saya pesan dua varietas okra dan berbagai benih lainnya. Saya pun tidak sabar untuk menanamnya. Akibat intensitas hujan pada bulan Januari masih tinggi, saya menunda penyemaian hingga pertengahan Februari.

Lahan rumah yang sangat sempit tentunya tidak menjadi penghalang bagi pekebun pemula seperti saya, apalagi okra dapat ditanam dalam pot dan tidak mengambil banyak ruang. Menurut penjual, okra yang saya beli termasuk kultivar dwarf, sehingga sangat cocok untuk ditanam di pot. Sebelum proses penyemaian dimulai, biji direndam lebih dulu dalam air selama ± 12 jam. Lalu, siapkan media tanam yang akan digunakan, saya pribadi menggunakan media tanam siap pakai dan rockwool. Karena tidak punya wadah semai (seedling tray), saya menyemai benih di pot kecil yang tersedia di rumah saja, asalkan terhindar dari serangan kucing-kucing Mama. Satu benih masing-masing ditanam dalam satu pot. Pesemaian dapat diletakkan di tempat terbuka yang terkena sinar matahari cukup, sebab suhu tanah yang hangat akan membantu proses perkecambahan biji. Namun, pesemaian tersebut harus tetap terlindung dari terpaan air hujan dan angin kencang. Biji okra akan berkecambah dalam waktu sekitar 5-10 hari.

Sebelah kiri adalah bibit okra merah, sementara yang kanan adalah okra hijau

Bibit okra yang telah mencapai tinggi 15 cm atau telah memiliki empat daun sejati dapat dipindahkan ke pot atau polybag dengan diameter minimum 25 cm. Saat transplantasi bibit, pastikan tidak melukai atau merusak akar. Gunakan campuran tanah gembur, kompos, pupuk kandang dan sekam; pastikan media tanam ini memiliki aerasi dan drainase yang baik. Okra sangat cocok pada jenis tanah geluh dan berpasir, maka hindari tanah lempung atau lengket karena bersifat kurang porous. Tanaman ini tumbuh dengan baik pada temperatur antara 25-35°C dan membutuhkan sinar matahari penuh setidaknya enam jam setiap hari untuk dapat berbuah. Oleh sebab itu, letakkan pot di tempat terbuka yang tidak ternaungi. Siram sebanyak dua kali sehari, kecuali saat hujan. Okra sangat tahan terhadap cuaca panas dan kekeringan, tetapi tidak tahan genangan air.

Meskipun akan tumbuh baik-baik saja di kebun dengan tanah yang kaya nutrisi, tanaman okra yang ditanam dalam pot tetap memerlukan nutrisi tambahan dari pemupukan berkala. Mulai usia empat minggu, tanaman sudah dapat diberikan pupuk kandang dan kompos setiap satu bulan sekali. Pupuk rilis lambat seperti NPK, guano, dan pupuk lainnya dengan kandungan fosfor dan kalium tinggi dapat diberikan setiap dua minggu sekali sesuai dengan petunjuk penggunaan. Begitu pun dengan pupuk daun yang dapat disemprot setiap satu minggu sekali.

Tanaman okra juga tidak terlepas dari hama dalam famili kapas-kapasan, yakni penggerek buah dan pucuk (Earis vittella), penggerek buah (Helicoverpa armigera), ulat penggulung daun (Sylepta derogata), wereng kapas (Amrasca biguttula biguttula), dan hama yang biasa dijumpai pada tanaman lainnya, seperti kutu kebul (Bemisia tabici), kutu daun (Aphis gossypii), kutu putih (Phenacoccus solenopsis), tungau laba-laba merah (Tetranychus urticae), serta nematoda puru akar (Meloidogyne incognita). Selain itu, penyakit yang disebabkan oleh cendawan antara lain rebah kecambah, layu fusarium, embun tepung, dan bercak daun. Dua tanaman okra yang saya tanam masing-masing terkena serangan nematoda yang mengakibatkan pertumbuhannya tidak normal dan bercak daun menyebabkan daun cepat menguning dan gugur. Karena serangan cukup parah dan sama sekali tidak menggunakan pestisida, maka keduanya terpaksa dicabut dan dibuang.


Untuk kultivar dwarf, tinggi okra hanya berkisar 1-1,2 meter sehingga tidak perlu dilakukan pemangkasan tanaman. Okra akan mulai berbunga memasuki usia dua bulan, walaupun pada awalnya bunga akan mengalami kerontokan. Bunganya sangat cantik, berbentuk terompet dan berwarna putih kekuningan dengan warna merah keunguan di tengahnya. Sekilas mirip dengan kembang sepatu, wajar saja sih karena mereka memang masih satu famili. Bunga hanya mekar pada pagi hari dan akan menutup lalu rontok setelah terjadi penyerbukan pada hari yang sama. Jangan khawatir, okra termasuk tanaman yang melakukan penyerbukan sendiri jadi kita tidak perlu repot membantu proses penyerbukan. Kemudian, bakal buah berwarna hijau akan muncul  dari balik bunga yang kering. Pada hari kedua, bakal buah okra merah akan mulai berubah warna menjadi kemerahan. Buah muda dapat dipanen pada 4-6 hari setelah berbunga dengan panjang polong ideal sekitar 7-11 cm. Jangan sampai terlambat untuk memetik karena polong akan menjadi berserabut, hambar, dan terlalu keras untuk dikonsumsi. Okra harus dipanen secara berkala setiap dua hari sekali agar tanaman selalu produktif. Gunakan pisau atau gunting tajam untuk memanen. Beberapa orang mungkin akan membutuhkan sarung tangan saat memetik karena daun dan polong okra memiliki bulu-bulu halus yang dapat mengiritasi kulit.


Okra segar cenderung mudah rusak apabila disimpan terlalu lama. Polong tidak dapat bertahan lebih dari tiga hari di dalam lemari pendingin, sehingga begitu dipanen harus segera dikonsumsi. Okra telah lama populer sebagai makanan sehat karena memiliki kandungan serat, vitamin A, B, C, K dan asam folat yang tinggi. Serat yang tinggi membantu menstabilkan gula darah dalam tubuh dan menurunkan resiko kerusakan ginjal, sehingga baik untuk dikonsumsi pejuang diabetes. Okra dapat pula digunakan untuk mengobati masalah pencernaan. Polisakarida yang terdapat dalam polong okra muda sangat baik untuk lambung dan mampu menurunkan kadar kolesterol, begitu pun dengan serat yang ditawarkan okra membantu membersihkan sistem usus besar agar dapat berfungsi secara efektif. Mineral penting, seperti zat besi, kalsium, kalium, mangan, dan magnesium juga ditemukan dalam okra. Selain untuk kesehatan, okra juga bermanfaat untuk kecantikan karena mengandung antioksidan tinggi. Sebenarnya masih banyak sekali kebaikan okra bagi tubuh, namun rasanya tidak cukup untuk ditulis semua dalam postingan ini. 

Lalu, apa sih perbedaan okra merah dengan hijau? Selain dari warna, tidak ada perbedaan yang mencolok. Keduanya memiliki rasa dan khasiat yang sama. Bahkan saat dimasak, polong okra merah akan berubah menjadi hijau. Namun, okra merah mentah dapat ditambahkan untuk menambah warna pada hidangan. Polong okra muda dapat dimakan mentah dan dijadikan berbagai olahan masakan, misalnya direbus, dipanggang, ditumis, digoreng, dibuat sup, acar dan salad, serta cocok untuk dicampur bersama sayuran lainnya. Lendir berupa polisakarida yang terkandung dalam okra dapat berfungsi sebagai bahan pengental masakan dan pengganti putih telur. Okra juga dapat disajikan sebagai minuman, seperti jus, smoothie, dan infused water. Favorit saya tentu saja dimakan langsung dan infused water. Wah, rasa okra yang baru dipetik ternyata sangat segar, renyah dan sedikit manis! Dibuat goreng tepung pun enak. Memasak okra tidak boleh terlalu lama karena akan menyebabkan okra semakin lembek dan berlendir. Selain itu, hindari memasak okra di peralatan yang terbuat dari tembaga, besi dan kuningan. Reaksi yang terjadi antara okra dan logam tersebut akan mengakibatkan warna polong memudar dan menggelap.

Untuk memanen benih okra, tunggu sampai musim tanam berakhir. Kultivar dwarf mampu bertahan antara 6-8 bulan. Biarkan polong hingga menua dan mengering di pohon, biasanya polong ditandai dengan warna coklat, keras dan telah retak. Biji pun telah berwarna gelap kehitaman. Petik dan keringkan polong pada udara terbuka di bawah sinar matahari selama beberapa hari. Setelah itu, bersihkan dan pisahkan benih dari kulit dan kotoran lainnya. Benih dapat dikemas dalam wadah atau stoples kedap udara yang telah diberi gel silika. Simpan di tempat yang kering dan sejuk atau dalam lemari pendingin. Benih okra dapat bertahan hingga tiga tahun, meskipun semakin lama tingkat germinasi akan semakin menurun.


Omong-omong, saat lebaran kemarin, ternyata banyak kerabat yang tertarik setelah mendengar segudang manfaat okra dan ingin mencoba menanam di rumah mereka. Syukurlah, saya sudah menyetok benih okra hijau dan merah dari hasil panen sendiri hehehe. Satu bulan setelah itu, saya dikabari bahwa tanaman okra mereka sudah tumbuh. Bahkan dua minggu lalu, saya diberikan satu pot penuh berisi bibit okra hasil panen perdana mereka sebagai balasan terima kasih, katanya. Terharu sekali deh, okra yang saya tanam sudah beranak cucu dan bisa bermanfaat untuk orang-orang. Padahal saya pun menanam okra hanya untuk iseng-iseng saja. Yup, menanam okra memang semudah itu. Meskipun harga okra di pasaran cukup terjangkau (biasanya 10.000 rupiah/pak), tetap saja okra hasil panen sendiri rasanya jauh lebih enak dan segar ketimbang membeli di pasar. Kadang-kadang okra yang dijual sudah layu, alot dan sangat hambar. Apalagi, di rumah bisa langsung petik sendiri. Jadi, tunggu apa lagi? Ayo, menanam okra di rumah!
Okra Diseases (pdf)
Share:

Aug 25, 2016

Beauty Thursday: Nivea Lip Butter

As someone who has a huge problem with dry and flaky lips, lip balm has become essential in my daily life. I've tried several drugstore brands, but I haven't found one that worked for me. I've been using this lip butter for almost a year now and all I can say is.. it's so good! I've never stuck with any other lip care for so long, which by the way, is a record for me.


Nivea Lip Butter comes in five flavors and each has a different base color, but it turns out colorless once applied. My all-time favorite is the Vanilla & Macadamia one, however Cocoa is a close second. As for the smell, both have a very pleasant, mild scent that goes away fairly quickly after application. This product also has a smooth and creamy texture—no waxy or sticky—and I love how it glides on and moisturizes my lips well. Another good thing is it's totally tasteless! I usually apply just a little dab before using matte lipstick (the less the better okay or it'll ruin your lipstick), yet I put it thick before going to bed every night and wake up with repaired, happy lips. It also does a great job at exfoliating lips; just apply a thick layer of it to lips, wait a minute or two and then gently brush your lips with a clean toothbrush. This lip butter comes at such great price, about 30.000 rupiah at the drugstore. Even though I'm not a fan of jar packaging which is very unhygienic as you have to keep dipping your fingers into it, the jar does last for a long time.

I love this stuff. I wish it came in a stick form rather than a jar and I wish it had SPF (you know you need SPF for lips, too) so I could wear it on its own during the daytime, but otherwise I can't complaint and I would definitely repurchase this when I run out.

Share:

Aug 21, 2016

Over the years of my (K-pop) fangirl life..


From teens to adults, everyone can fangirl over someone/something (be it a movie, book, anime, band or artist) and they have probably done it at least once in their lives. Most people started stanning in their teen, and so did I. Like most teenagers, I literally fangirled over everything and K-pop was one of them. Just a little flashback, my first exposure to K-pop happened a long time ago; way back in 2008 when I was 15. K-pop started out as a guilty pleasure for me and I used to be so obsessed with it. You know that amazing overwhelming feeling you get when you discover something great? Basically, I just liked the music. Yeah, K-pop songs were pretty catchy and unique. But I'm not gonna lie, K-pop was indeed full of eye candy and talent that will leave us in awe all day. It had a wide range of concepts, styles, and genre to enjoy. The music videos were aesthetically pleasing and beautiful. Not to mention the jaw-dropping dance moves and the fantastic stage performances. The whole package had brought me joy on so many levels haha.

I religiously followed everything about my fave groups; their latest news and activities. You know, the teenage fangirl stuff (checking out their SNS, watching their shows, buying merchs, and joining forums). Everything about them just grew on me. I even stayed up all night until 5 AM only watching random K-pop videos on YouTube. Every comeback had me jumping in excitement. Needless to say, I was in full fangirl mode.

*
*
*

My, how time flies. I've been into K-pop for 8 years or so now, and a lot has happened since then. Today, old groups start dying out and it's only a matter of time for them to announce their disbandment. Meanwhile, new idol groups keep popping out are being debuted almost every week. I don't know if it's only me, but I can't really get into rookies for whatever reason. Nothing much draws me in. It just feels weird stanning idols younger than me..it's probably a sign that I'm getting too old for fangirling over them lol. All the overly cute concepts (especially for boy groups) sometimes make me cringe. Not a lot of groups are bringing something refreshing and new. I'm not saying that every group looks like a carbon copy of each other, but they are more or less the same. On the bright side, the new generation of K-pop is rising and it's completely undeniable.

In truth, I gradually lost interest in K-pop and I kind of feel bad for it. As I'm growing up, I realize that my real life is too consuming and I almost got no time to fangirl like before. I no longer follow K-pop as much as I used to. I already stopped checking up on my favorite groups and any news related to them because I barely care for it anymore. Yes, I've officially downgraded myself from fandom trash to a "casual listener". My mom said fangirling was just a phase of life (sort of, maybe); as we grow older, it decreases naturally. Obviously, there also comes a point in our life where we'll lose interest in these certain things. It doesn't mean that the scene is getting boring, though. It just naturally happened. I may be an old fan, that's why I feel this way. I know it doesn't makes sense, but well.. Over the years of my (K-pop) fangirl life, I'm just going to stop right here. 

I don't regret fangirling over K-pop one bit because honestly it made my life more exciting and fulfilling. Fangirling was like some kind of stress relief to me besides reading, drawing and coloring. Thanks to it, I also met some great people (online) who share the same interests as me. I don't care what anyone says, but becoming a fangirl was the best thing that has ever happened to me. Looking back, there were so many priceless moments and unforgettable memories that I'd remember for life. Smiling, screaming, crying, squealing, jumping, dying.. All the feels! I can't even imagine my life without it. One thing, though, I still can't believe I finally stopped fangirling over my bias groups. I still love them, anyway.

At the end of the day, K-pop is just like any other genre of music. I still like jamming listening to my favorite groups.. It is fun, however it just doesn't feel the same anymore. It's really hard to say, but this would probably be my last post related to K-pop. I think I'll get over it at some point in my life. Whenever that will be..

Share:

Aug 7, 2016

Book of the Week: Harry Potter and the Cursed Child


Title: Harry Potter and the Cursed Child
Author(s): J.K. Rowling, Jack Thorne and John Tiffany
Publisher: Little, Brown UK
Year Published: 2016
Format: Hardcover, Special Rehearsal Edition (343 pages)
Goodreads rating: 3.90 (as of August 2016)

Description:

Based on an original new story by J.K. Rowling, Jack Thorne and John Tiffany, a new play by Jack Thorne, Harry Potter and the Cursed Child is the eighth story in the Harry Potter series and the first official Harry Potter story to be presented on stage. The play will receive its world premiere in London’s West End on July 30, 2016.

It was always difficult being Harry Potter and it isn’t much easier now that he is an overworked employee of the Ministry of Magic, a husband and father of three school-age children.

While Harry grapples with a past that refuses to stay where it belongs, his youngest son Albus must struggle with the weight of a family legacy he never wanted. As past and present fuse ominously, both father and son learn the uncomfortable truth: sometimes, darkness comes from unexpected places.

It starts off at the moment of the epilogue in the last book which takes place nineteen years later. Harry and Ginny are married with children, as are Ron and Hermione. Harry's middle child, Albus Severus, who struggles with living in the shadow of his father's fame is sorted into Slytherin and befriends the son of an old nemesis, Scorpius Malfoy. They have a rough time at Hogwarts and both are unpopular outcasts; Albus is mocked for being a Potter in Slytherin, while Scorpius is bullied with a nasty rumor of him being Voldemort's son.  

***

I want to preface this post by saying: I'm not what you'd call a "Potterhead" or anything. Don't get me wrong, I love Harry Potter. Like a lot of people my age, I basically grew up with Harry Potter and I am glad I did. This is a huge part of my childhood and will always be. I've read all the books and seen all the movies, so far HP is one of the best fantasy series ever made. When it was announced that there would be an eighth story in the series, unlike some others, I wasn't really excited about it. Why? Because I think Harry Potter and the Deathly Hallows is a fit end to the series although the epilogue is a bit corny, so I personally wasn't expecting another book. But then again, since it's Harry Potter, why not give it a chance?

Hang on, we're going home!

Well, I don't know where to even begin. I'm going to keep it brief. Something to keep in mind, Cursed Child is not a novel. It is a play script that obviously makes it different from the seven other books and I myself don't find it hard to follow. It's literally just straight dialogue and not actually written by Rowling (it's written by Jack Thorne and she has approved it), so don't expect it to have the same feel as her other writings.

Having read it in a day, I'm feeling conflicted about Cursed Child. First, the characters. Because it's written as a script, they are not fully developed as in a novel would be. All of the original characters are horribly out of character. I get that people change as they get older, but their personalities are completely different and unrecognizable. For example, Ron is sadly portrayed as a bumbling idiot! Seeing him like that just really breaks my heartA few old characters from the series make an appearance as well, although none of them feels like the characters we all know and love. 

However, since Cursed Child centers around the next generation of wizards and witches, it's time for us to move forward. In this installment we get introduced to two new main characters, Albus and Scorpius, along with a new controversial character named Delphi who pretty much comes out of nowhere (seriously, her entire existence is just ludicrous). Speaking of Albus, he is pretty annoying and unlikable most of the time. I literally don't understand why Albus hates his father. Just because he ends up sorted into Slytherin and not that great on magic, he doesn't need to be so rude and disrespectful to Harry! There's no particular reason to feel sympathy for him. On the other hand, Scorpius is just plain adorable. Who would have expected Draco's son to be a wonderful geek?! He is like a breath of fresh air for the Malfoys. Scorpius now becomes everyone's new favorite character, and it's easy to see why. So throughout their time at Hogwarts, Albus and Scorpius are outsiders and both are struggling to live in their fathers' shadows. At first look, you might want to label their relationship as "gay" because the dialogue between them is somewhat too romantic and very ambiguous. They indeed are best friends forever, but what is the point of telling us over and over again how much they need and care for each other? It's hard to believe that teen boys would talk like that in a normal conversation every single time. More than 50% of the script, they are too busy hugging each other. I mean come on, they are definitely in love! For all the Scorbus shippers out there, relax dear, it's just a bromance.

About the other new characters, however, I have very little to say. We barely get to know anything about them; some just disappear halfway through the script, some are even forgotten ☹ We learn almost nothing about any of the new kids except the main characters. Probably because it's a stage play in a theatre, the cast of characters should not be too large due to the limited stage area. Fine, then.

As for the story itself, it begins quite well and the first part of the script seems promising, until Ministry of Magic seizes an illegal Time-Turner from a Death Eater.

It turns out this kind of Time-Turner is entirely different from Hermione's.

Hmm from what I can vaguely remember, the Time-Turners have all been destroyed during the events of Order of the Phoenix, but now.. they’re back! There are special Time-Turners in this story that break all the rules of time travel set in Prisoner of Azkaban. In Cursed Child, this new Time-Turner can be used to go back years at a time, not just hours. It also can change the past, creating alternate timeline that leads to a series of butterfly effects. Leaning so heavily on time travel, the story is more focused on revisiting some of the key events of the past: the Triwizard Tournament of 1994, the Halloween of 1981. In short, nothing new gets really added to the Potter universe.

Aside from the time travel nonsense, this script contradicts several elements presented in the previous installments. Too many plot points and other events that feel forced, unrealistic and unbelievable. Some things are just random. The dialog is pointless, choppy and overly dramatic. It also has a good amount of cringe-worthy moments that seriously make me want to slam the book shut many times and be done with it. Hate to say it, but Cursed Child is chock full of plot holes, blatant inconsistencies and deus ex machina that bring up more questions rather than answers.

A few good moments even cannot save this script from mediocrity. And the whole thing about Voldemort having a child is the worst and most ridiculous part for me. I have always considered him asexual and aromantic. I can't imagine He-Who-Must-Not-Be-Named engaging in sexual act with anyone. I need explanation. It's so dumbbbbb.

Ugh. I can't, Snape!

Don't ask me how it ends. The more I think about this the sadder I get. Can't believe Rowling had anything to do with this.

Overall, it isn't a terrible read. It just leaves me feeling a bit empty afterwards. Others have described it as reading like fan fiction and sadly, I have to agree. And it has a bit too much fanservice for my taste. Well guys, Cursed Child is not something that meant to be read, but to be watched and played on stage (this play would probably be totally awesome to see!). In any case, I want to see more...more background story, more characters development, more details, more adventure and more magic. It is always amazing to come back to the HP world, however I simply can't accept this as being canon in the series. The whole Harry Potter story should have ended with the Deathly Hallows. Let the story end where the story ends.



It hurts my soul to give Harry Potter anything less than five stars, but here we are.
Should you read it? I suppose so, if only to know what everyone's talking about. You might end up loving it!

**Disclaimer: All gifs on this page are taken from Tumblr.

Share:

Total Pageviews