*
*
Sekadar kilas balik, awal Desember 2015, kami dibawakan sekitar sepuluh batang tanaman pepaya jepang. Kala itu, daun pepaya jepang memang masih asing terdengar di telinga. Dari tampilan luar, daunnya mirip sekali dengan daun pepaya (Carica papaya) dengan ukuran yang tidak begitu besar dan lebar. Secara umum daunnya digunakan untuk memasak, seperti untuk campuran tumis ikan teri, direbus sebagai lalapan, dibuat sayur dan urap. Saat dikonsumsi, daun ini tidak terasa pahit layaknya daun pepaya biasa dan lebih mirip daun singkong, meskipun teksturnya sendiri menurut saya lebih renyah, empuk dan tidak alot. Waaah.. bisa jadi pengganti daun pepaya pahit, daun singkong dan sayuran hijau lainnya nih. Berhubung sudah dibawakan batang pepaya jepang tadi, maka ibu saya berkeinginan untuk menyetek batang-batang tersebut. Batang tanaman lalu dipotong menjadi dua bagian dengan panjang sekitar 30 cm dan dengan berbekal tiga buah pot berdiameter 25 cm, langsung saja kami tancap mereka di pot berisi campuran tanah dan kompos. Awalnya saya skeptis tanaman ini bisa tumbuh melalui stek batang, karena jujur saja saya belum pernah mendengar pohon pepaya hasil stek. Namun seminggu kemudian, batang tersebut sudah ditumbuhi daun-daun baru loh dan inilah mereka saat usia tiga minggu.
![]() |
Stek pepaya jepang. Sayangnya, pot yang kiri mati karena busuk akibat hujan terus menerus. |
*
*
*
Ternyata tanaman ini aslinya bernama chaya atau bayam pohon (tree spinach) dengan nama ilmiah Cnidoscolus aconitifolius (nah, ribet kan).
Chaya atau yang di negara kita lebih dikenal dengan istilah pepaya jepang, bukan merupakan jenis pepaya dan bukan berasal dari Jepang. Bisa dimaklumi karena bentuk daunnya yang mirip daun pepaya, tapi entahlah dari mana asal muasal dinamakan pepaya jepang; mungkin agar terlihat lebih keren dan menarik di pasaran, seperti halnya buah pepaya bangkok (sukma) dan california (callina) hasil pemuliaan tim dosen IPB yang diklaim oleh para pedagang dan dijual di supermarket sebagai buah impor dari Thailand dan Amerika. Hehehe, ada-ada aja ya. Sayangnya, masih banyak yang belum mengetahui hal ini loh. Ini menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia masih lebih tertarik mengonsumsi buah impor. Saya dulu juga begitu kok, tapi setelah mendapat info ini, rasanya kita patut berbangga karena keduanya ditanam oleh petani buah lokal dan rasanya lebih unggul dibandingkan buah impor. (yak, mulai ngawur dari pembahasan)
Dikutip dari berbagai sumber, chaya diyakini berasal dari Semenanjung Yucatán, Meksiko, Amerika Tengah dan selama berabad-abad, chaya adalah makanan favorit bangsa Maya. Chaya merupakan tumbuhan semak menahun (perennial shrubs) yang tumbuh cepat dan besar, dan kini mulai dibudidayakan di seluruh dunia. Chaya terdiri dari beberapa subspesies dan varietas. Ada yang tumbuh liar dengan duri halus (chaya brava); ada pula yang sudah dibudidayakan dan tidak berduri (chaya mansa). Grup kultivar Chayamansa dibagi menjadi empat kultivar menurut morfologi daunnya, yakni 'Chayamansa', 'Estrella', 'Picuda', dan 'Redonda' (sepertinya yang kami tanam adalah kultivar 'Picuda' deh, namun entahlah). Itulah sebabnya mengapa sering kita jumpai daun chaya yang berbeda satu sama lain. Chaya sendiri berkerabat dekat dengan spesies dari genus Manihot (misalnya singkong) dan spesies dari genus Jatropha (misalnya jarak pagar) yang semuanya masih dalam satu familia, yakni Euphorbiaceae. Sehingga tidak mengherankan bila batang chaya dipotong, ia akan mengeluarkan getah putih yang gatal dan menyengat (bagi sebagian orang), seperti yang sudah saya tulis di atas. Disarankan untuk memakai sarung tangan saat panen dan memangkas. Chaya dapat tumbuh setinggi tiga meter, bahkan mencapai lima hingga enam meter, tapi biasanya dipangkas menjadi kurang dari dua meter agar lebih mudah saat dipanen.
Karena menurut sebagian orang rasanya mirip seperti bayam, maka chaya juga dikenal dengan sebutan bayam pohon (tree spinach). Namun untuk urusan nutrisi, chaya memiliki kandungan zat besi lebih banyak daripada bayam dan merupakan sumber kalium, kalsium dan vitamin A yang baik. Bahkan, chaya digadang sebagai salah satu sayuran dengan kandungan nutrisi terbanyak di dunia dan menjadi makanan super (superfood) yang banyak dicari. Dilansir dari laman mexconnect.com, mengonsumsi daun chaya dapat melancarkan sirkulasi darah, memperbaiki pencernaan, menurunkan kadar kolesterol dan gula darah, mencegah anemia, dan masih banyak lagi khasiat lainnya. Seperti halnya singkong, chaya juga mengandung senyawa beracun glikosida sianogenik dalam jumlah yang bervariasi. Glikosida sianogenik dapat diproses dengan cepat oleh enzim dalam tubuh dengan mengubahnya menjadi hidrogen sianida (HCN). Oleh sebab itu, chaya menjadi salah satu makanan yang berbahaya apabila disantap dalam keadaan mentah. Eits, jangan khawatir dulu. Untuk menetralkan toksin tersebut, rebus daun chaya paling tidak selama lima menit (paling disarankan 15-20 menit), sehingga daun pun menjadi aman untuk dikonsumsi. Pastikan pula panci atau wajan yang digunakan bukan terbuat dari aluminium, agar menghindari kemungkinan terjadinya reaksi toksik yang dapat menyebabkan diare. Menurut beberapa sumber pula, air rebusan daun chaya mengandung banyak vitamin dan mineral, terutama vitamin C. Lalu bagaimana dengan HCN tadi? Tenang, HCN akan menguap sebagai gas dan air rebusan pun aman untuk diminum sebagai teh hangat atau dapat dijadikan kuah/kaldu masakan (walaupun hal ini masih menjadi perdebatan bagi sebagian orang akan kekhawatiran mereka mengenai toksin yang tersisa tersebut). Untuk lebih amannya lagi, saat merebus sebaiknya tutup panci atau wadah dibuka agar HCN yang menguap tidak tertampung di dalamnya. Bila belum cukup juga, hindari menghirup uap yang dihasilkan saat memasak chaya. Meskipun belum terdengar kasus keracunan akibat mengonsumsi chaya, tapi tidak ada salahnya untuk lebih berhati-hati. Asalkan tidak dikonsumsi dalam jumlah yang besar dan berlebihan, pasti akan aman-aman saja. Banyak sekali loh resep yang dapat dicoba untuk mengolah daun chaya, mulai dari sup, sayur, nasi goreng, pasta spageti, salad, lasagna, hingga pizza. Selain masakan, daun chaya juga dapat dikonsumsi sebagai minuman, seperti teh, jus, smoothie, dan sebagainya, namun tentu saja harus direbus terlebih dahulu karena masih terjadi silang pendapat untuk mengonsumsi daun chaya dalam kondisi mentah.
![]() |
Pindahkan ke pot yang lebih besar. |
![]() |
Bunga chaya |
Bagi yang ingin sekadar membaca info mengenai chaya, berikut saya lampirkan beberapa pranala sumber:
- Chaya
- Chaya brochure - Miracles In Action
- Chaya, the Maya miracle plant
- 10 Food You Should Never Eat Raw
- Cooking Chaya?
- Khasiat Daun Chaya
- Chaya: The Spinach Tree
- Chaya - Mayan Tree-Spinach, Cabbage Star
